Fatwa lengkap Syaikh Muhammad Utsaimin dan Syaikh Abdullah bin Baz seputar hukum foto, gambar dan lukisan
Berikut
adalah pertanyaan dan jawaban seputar masalah video fotografi oleh dua
‘ulama besar Saudi Arabia (Hafidzahumallah) yaitu Syaikh Bin Baaz dan Syaikh Al-’Utsaimin, berkaitan dengan hadits :
Dari Ibnu Mas’ud Radiyallahu `anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu `alaihi wasalam bersabda : “Sesungguhnya
manusia yang paling keras disiksa di hari Kiamat adalah para tukang
gambar [makhuk hidup] ( yaitu mereka yang meniru ciptaan Allah)”. (Shahihain – yakni dalam dua kitab Shahih Bukhari dan Muslim atau biasa disebut muttafaqun `alaihi, red)
Dari Ibnu Umar Radiyallahu `anhu berkata : Rasulullah Shallallahu `alaihi wasalam bersabda : “Sesungguhnya
orang yang membuat gambar- gambar [makhluk hidup] ini akan disiksa
[pada] hari kiamat, dan dikatakan kepada mereka, ‘Hidupkanlah apa yang
telah kalian buat!’”.(Dalam Shahihain, lafadz Bukhari).
Boleh atau tidak bolehkah fotografi itu?
Apa dalil orang-orang yang membolehkannya dan yang melarangnya? Silakan
baca ulasan tentang keduanya melalui fatwa di bawah ini. Semoga
bermanfaat.
Pendapat yang membolehkan (tidak mutlak) :
Syaikh ‘Utsaimin ditanya :
Ya Fadhillah As Syeikh, Allah menyaksikan bahwa saya mencintai anda karena Allah.
Apa pendapat Syeikh tentang kamera foto, kamera video untuk dokumentasi ?
Karena kami dimintai oleh divisi pendidikan dan departemen pendidikan [untuk mendokumentasikannya]
Jawab Syaikh Utsaimin :
Saya katakan pada penanya, semoga Allah mencintainya karena dia mencintai saya karena Allah.
Saya berpendapat bahwa video atau fotografi boleh-boleh saja, karena untuk kebutuhan.
Dan mengambil gambar dengan video pada hakekatnya bukanlah menggambar
karena gambar yang ada di dalam kaset video tidak terbentuk secara
jelas, tapi hanya berupa pita kaset yang apabila diputar baru terbentuk
gambar.
Adapun fotografi instan (polaroid), yang
tidak membutuhkan waktu yang lama, maka yang demikian itu pada
hakekatnya tidak digolongkan kedalam jenis lukisan. Jelas?
Bukan lukisan, tapi itu adalah
pengambilan gambar yang ada di depannya dengan cara menekan tombol. Tapi
apakah kamera tersebut melukis wajah ?
Jawabnya… tidak! Demikian juga mata, tidak juga. Maka hasilnya seperti aslinya yang Allah ciptakan.
Kemudian saya umpamakan kalau saya
menulis di kertas lalu difotokopi, apakah hasil fotokopi ini bisa
dikatakan tulisan mesin fotokopi atau tulisan saya ? Jawablah wahai
pemuda soal ini.
Saya menulis “segala puji bagi Allah,
shalawat serta salam atas nabi. ..” kemudian saya fotokopi, maka
keluarlah hasil fotokopi tersebut. Apakah huruf yang keluar dari alat
tersebut tulisan alat atau tulisan saya? Tulisan saya!
Inipun sama saja. Sebab itu sebuah kamera
bisa memfoto walaupun tukang fotonya buta. Tinggal dihadapkan kepada
objek, jadilah gambar.
Tapi kita bertanya, untuk apa dia
memotretnya? Jika tujuannya untuk yang haram, maka hukumnya pun haram.
Jika tujuannya untuk yang mubah, maka hukumnya pun mubah, atau dalam
perkara yang dibutuhkan itu pun boleh.[1]
Pendapat yang tidak membolehkan :
Syaikh Abdullah Bin Abdul Aziz Bin Baz ditanya :
Bagaimana dengan hukum fotografi, apakah
sama seperti kalau kita menggambar dengan tangan? Bagaimana dengan foto
Syaikh (Bin Baz, red) yang ada di majalah, apakah ini menunjukkan
bolehnya gambar walaupun itu di luar sepengetahuan syaikh tersebut?
kalau foto tidak boleh, bagaimana hukumnya membeli koran dan majalah
yang penuh dengan foto, walaupun yang kita cari adalah berita-berita
penting bukan fotonya? Apakah boleh boleh meletakkan koran dan majalah
tersebut di mushalla ataukah kita harus merusaknya setelah membaca?
Lantas bagaimana pula hukumnya menonton televisi ?
Jawab :
Fotografi termasuk pembuatan
gambar yang diharamkan dan hukumnya sama seperti menggambar dengan
tangan. Yang berbeda adalah cara pembuatannya. Demikian juga alat ini
tidaklah menunjukkan perbedaan dalam hukumnya. Tidak ada bedanya orang
itu harus bersusah payah dahulu untuk membuat gambar atau tidak.
Sedangkan mengenai gambar saya (Syaikh bin Baz rahimahullah) yang
dimuat di majalah, itu adalah diluar sepengetahuan saya. Dan ini
tidaklah menunjukkan bahwa saya mengizinkannya, saya pun tidak
meridhoinya.
Tentang majalah dan surat kabar yang
memuat berita penting dan masalah keilmuan yang bermanfaat sendang di
dalamnya ada gambar-gambar bernyawa, maka boleh membelinya dan mengambil
manfaat darinya berupa ilmu, dan berita, sedangkan gambar-gambar itu
hanya mengikuti saja. Hukum majalah dan koran itu mengikuti asal
tujuannya, yaitu tanpa gambar-gambar itu. Tentu saja boleh meletakkannya
di mushalla dengan menutupi gambarnya atau menghapus kepalanya
(kebanyakan orang menganggap cukup dgn menghapus matanya, red).
Mengenai televisi, tidak boleh ditaruh di
mushalla dan tidak boleh menonton acara-acara yang mempertontonkan
acara-acara yang mempertontonkan perempuan telanjang atau
perbuatan-perbuatan lain yang tidak senonoh.[2]
HUKUM MENGENAKAN PAKAIAN YANG BERGAMBAR
Oleh :Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Seseorang dilarang untuk mengenakan
pakaian yang bergambar hewan atau manusia, dan juga dilarang untuk
mengenakan sorban serta jubah atau yang menyerupai itu yang didalamnya
terdapat gambar hewan atau manusia atau makhluk bernyawa lainnya. Karena
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menegaskan hal itu dengan
sabdanya.
“Malaikat enggan memasuki rumah yang didalamnya terdapat lukisan”[1]
MENYIMPAN FOTO SEBAGAI KENANGAN
Pertanyaan.
Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Menyimpan gambar atau foto untuk
dijadikan sebagai kenangan adalah haram, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam telah menjelaskan bahwa malaikat enggan memasuki rumah yang
di dalamnya terdapat gambar. Hal ini menunjukkan bahwa menyimpan gambar
atau foto di dalam rumah hukumnya adalah haram. Semoga Allah memberi
kita pertolongan.[2]
HUKUM MEREKAM FORUM PERKULIAHAN [CERAMAH] DENGAN MENGGUNAKAN VIDEO KASET
Oleh : Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Merekam peristiwa seperti forum
perkuliahan atau ceramah lebih dianjurkan menggunakan kaset biasa
ketimbang memvisualisasikannya dalam bentuk gambar (seperti video atau
vcd). Tetapi kadang-kadang dibutuhkan pula visualisasi gambar agar
menjadi jelas siapa yang berbicara. Maka fungsi gambar disini adalah
untuk mempertegas dan memperjelas tentang siapa yang berbicara, dan
kadang-kadang visualisasi gambar juga dibutuhkan untuk keperluan
lainnya.
Saya menahan diri untuk tidak berkomentar
dalam masalah ini karena adanya penjelasan hukum atau hadits berkenaan
dengan gambar segala sesuatu yang bernyawa, juga karena adanya ancaman
yang keras bagi para pelakunya.[3]
MEMBUAT GAMBAR DENGAN TANGAN DAN KAMERA
Oleh :Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Melukis dengan tangan adalah perbuatan
yang diharamkan, bahkan melukis termasuk salah satu dosa besar, karena
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat para pembuat gambar
(pelukis), sedangkan laknat tidak akan ditunjukan kecuali terhadap suatu
dosa besar, baik yang digambar untuk tujuan mengungkapkan keindahan,
atau yang digambar sebagai alat peraga bagi para pelajar, atau untuk
hal-hal lainnya, maka hal itu adalah haram.
Tetapi bila seseorang menggambar bagian
dari tubuh, seperti tangan saja, atau kepala saja, maka hal itu
diperbolehkan. Adapun mengambil gambar dengan menggunakan alat
fotografi, maka hal itu diperbolehkan karena tidak termasuk pada
perbuatan melukis. Yang menjadi pertanyaan adalah : Apa maksud dari
pengambilan gambar tersebut ? Jika pengambilan gambar (pemotretan) itu
dimaksudkan agar dimiliki oleh seseorang meskipun hanya dijadikan
sebagai kenangan, maka pengambilan gambar tersebut hukumnya menjadi
haram, hal itu dikarenakan segala macam sarana tergantung dari tujuan
untuk apa sarana tersebut dipergunakan, sedangkan memiliki gambar
hukumnya adalah haram. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
menjelaskan bahwa malaikat enggan memasuki rumah yang ada gambar
didalamnya, dimana hal itu menunjukkan kepada haramnya memiliki dan
meletakkan gambar di dalam rumah.
Adapun menggantungkan gambar atau foto
diatas dinding adalah haram hukumnya sehingga tidak diperbolehkan untuk
menggantungnya meskipun sekedar untuk kenangan, karena malaikat enggan
memasuki rumah yang di dalamnya terdapat gambar.[4]
HUKUM MENGANTUNGKAN LUKISAN
Oleh : Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Hukumnya adalah haram jika gambar
tersebut adalah gambar makhluk bernyawa, baik manusia atau selainnya,
karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Janganlah engkau tinggalkan patung
kecuali engkau telah membuatnya menjadi tidak berbentuk, dan jangan pula
meninggalkan kuburan yang menjulang tinggi kecuali engkau meratakannya”
[Hadits Riwayat Muslim dalam Al-Jana'iz, 969]
Dan hadits yang ditegaskan dari Aisyah
Radhiyallahu ‘anha. Sesungguhnya Aisyah telah membeli bantal kecil untuk
hiasan yang didalamnya terdapat gambar. Ketika Rasulullah melihat
bantal tersebut, beliau berdiri di depan pintu dan enggan untuk masuk
seraya bersabda.
“Sesungguhnya pemilik/pembuat gambar
ini akan diadzab dan akan dikatakan kepada mereka. ‘Hidupkanlah apa yang
telah engkau ciptakan’” [1]
Akan tetapi jika lukisan tersebut
dilakukan pada permadani yang digunakan untuk tempat berpijak, atau
bantal yang digunakan sebagai alat untuk bersandar, maka hal itu
diperbolehkan. Dalam sebuah hadits dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, bahwa ketika Jibril hendak mendatangi rumah beliau, dia enggan
memasuki rumah, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya dan
dijawab oleh Jibril.
“Di dalam rumah itu terdapat tirai dari
kain tipis yang bergambar patung dan di dalam rumah itu terdapat seekor
anjing. Perintahkan agar gambar kepala patung yang berada di pintu rumah
itu dipotong sehingga bentuknya menyerupai pohon, dan perintahkan agar
tirai itu dipotong dan dijadikan dua buah bantal untuk bersandar dan
perintahkan agar anjing itu keluar dari rumah” [Hadits Riwayat
At-Tirmidzi dalam Al-Adab 2806]
Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
melaksanakan perintah tersebut sehingga Jibril Alaihis salam masuk ke
dalam rumah itu. Diriwayatkan oleh An-Nasa-i dengan sanad yang baik[2].
Dalam hadits tersebut bahwa anjing itu adalah anjing kecil milik Hasan
atau Husain yang secara sembunyi-sembunyi tinggal di dalam rumah itu.
Dalam sebuah hadits shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
beliau besabda.
“Malaikat tidak akan masuk rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan lukisan” [3]
Kisah tentang malaikat Jibril di atas
menunjukkan bahwa gambar atau lukisan yang ada dalam permadani atau yang
semacamnya tidak menyebabkan malaikat enggan memasuki suatu rumah, di
mana hal itu ditegaskan dalam hadits shahih dari Aisyah bahwa ia
menjadikan tirai seperti yang disebutkan di atas menjadi bantal yang
digunakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk bersandar.[5]
HUKUM MENYIMPAN PATUNG DI RUMAH SEBAGAI HIASAN
Oleh : Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Seorang muslim tidak diperbolehkan untuk
menggantung gambar atau menghiasi rumahnya dengan hewan yang diawetkan,
baik diletakkan di atas meja ataupun kursi, hal itu disebabkan keumuman
hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjelaskan
tentang haramnya menggantung gambar dan meletakkan patung di dalam rumah
atau tempat-tempat lainnya. Karena benda-benda tersebut merupakan
sarana untuk berlaku syirik kepada Allah, dank arena dalam hal-hal yang
demikian terdapat penyerupaan terhadap makhluk ciptaan Allah dan
perbuatan tersebut sama seperti perbuatan menentang Allah.
Adapun perbuatan menyimpan hewan yang
diawetkan adalah perbuatan yang merusak, padahal syari’at Islam yang
sempurna diturunkan untuk menyumbat segala macam perantara atau sarana
yang dapat membawa kepada kemusyrikan dan kesesatan. Hal yang demikian
pernah terjadi pada kaum Nuh di mana mereka melakukan kemusyrikan
disebabkan lukisan yang menggambarkan lima orang shalih pada masa
mereka. Kaum Nuh memasang lukisan tersebut di majlis-majlis, sebagaimana
yang Allah terangkan dalam Al-Qur’an dengan firmanNya.
“Dan mereka berkata, Jangan
sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan
pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula
suwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr’. Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan
kebanyakan (manusia)” [QS. Nuh ; 23-24][6]
TIDAK BOLEH BERPAKAIAN BERGAMBAR MAKHLUK BERNYAWA
Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Padahal kami adalah tidak boleh
mengenakan pakaian yang ada gambar bernyawa baik pada pakaian orang
dewasa atau anak-anak, juga tidak boleh menyimpan photo-photo (dengan
gambar bernyawa) sebagai kenangan atau lainnya kecuali dalam kondisi
darurat atau kebutuhan mendesak, seperti kartu tanda penduduk, atau
surat-surat izin.[7]
HUKUM MENERBITKAN MAJALAH YANG DI DALAMNYA ADA GAMBAR WANITA YANG MEMBUKA WAJAH
Oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Tidak boleh menerbitkan majalah yang
menampakkan gambar-gambar perempuan yang mengundang pada perbuatan zina,
kekejian, homosek, minum-minuman keras dan sebagainya, yang mengajak
kepada kebatilan dan membantu penerbitannya.
Tidak boleh pula bekerja pada majalah
semacam ini, tidak boleh menulis makalah atau memasarkannya, karena
perbuatan itu termasuk tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran serta
menyebabkan kerusakan di muka bumi, serta upaya merusak masyarakat dan
menyebarkan kehinaan. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman.
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksaNya” [QS. Al-Maidah : 2]
Rasullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Barangsiapa mengajak kepada petunjuk,
maka baginya pahal seperti pahala yang mengikutinya tanpa sama sekali
mengurangi pahala orang yang mengerjakannya dan barangsiapa mengajak
kepada kesesatan maka baginya dosa seperti dosa orang yang mengikutinya
tanpa mengurangi sama sekali dosa yang mengerjakannya” [ Diriwayatkan
oleh Muslim dalam kitab Shahih-nya].
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Ada dua golongan dari Ahli Neraka, belum
pernah saya lihat sebelumnya ; para lelaki di tanganya ada cambuk
seperti ekor sapi dipakai untuk memukul manusia dan wanita-wanita yang
berpakaian tapi telanjang, sesat dan menyesatkan, kepalanya seperti
punuk unta yang bergoyang-goyang. Mereka tidak masuk Surga juga tidak
mencium bau Surga. Sesungguhnya bau Surga bisa dicium dari jarak sekian
dan sekian” [Hadits Riwayat Muslim dalam Shahih-nya].
Ayat-ayat Al-Qur’an yang semakna dengan
hal ini sangat banyak. Kita berdo’a kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
agar memberikan taufikNya kepada kaum muslimin untuk mengerjakan sesuatu
yang didalamnya ada maslahat buat mereka dan keselamatan mereka serta
memberi petunjuk kepada orang-orang yang bekerja di media massa, untuk
berbuat sesuatu yang menyelamatkan masyarakat, serta semoga Allah
melindungi mereka dari kesesatan nafsu mereka dan dari tipuan setan.
Sesunguhnya Dia Maha Baik dan Maha Mulia.[8] .
sumber :
sumber :
http://ahmadbinhanbal.wordpress.com/2010/11/02/fatwa-lengkap-syaikh-muhammad-utsaimin-dan-syaikh-abdullah-bin-baz-seputar-hukum-foto-gambar-dan-lukisan/